Yogyakarta
Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Mengutip sepenggal lirik dari syair lagu Yogyakarta (Kla Project).
Siapa yang tidak kenal dengan Jogja atau Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota dengan keramahan senyum dan seribu pesona. Kota masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni dan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta ditengah perkembangan dunia yang begitu cepat. Kota yang memiliki banyak sejarah dan kenangan. Kota yang menjajakan sajian khas berselera. Itulah Jogja, dengan julukan kota Gudeg dan Kota Pelajar.
Mungkin inilah alasan mengapa Saya selalu merindukan Yogyakarta. Perjalanan dari Surabaya ke Yogyakarta membutuhkan waktu sekitar 7 jam. Dari Terminal Bungurasih Surabaya kita dapat naik bus EKA jurusan Magelang dan turun di Yogyakarta dengan ongkos kurang lebih Rp. 60.000,-
Tugu Jogja
(karena tugu terletak pada tengah-tengah perempatan jalan besar, maka hati-hati kalau mau foto-foto)
(Amati sosok penampakan di sebelah kanan dan amati cewek di sebelah kiri tugu)
Sesampai di Jogja, perjalanan saya mulai dari Tugu Yogyakarta. Tugu Yogyakarta adalah sebuah tugu atau menara yang sering dipakai sebagai simbol/lambang dari kota Yogyakarta. Tugu ini dibangun oleh Hamengkubuwana I, pendiri kraton Yogyakarta.
Tugu yang terletak di perempatan Jl Jenderal Sudirman dan Jl. Pangeran Mangkubumi ini, mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan laut selatan, kraton Jogja dan gunung Merapi. Pada saat melakukan meditasi, konon Sultan Yogyakarta pada waktu itu menggunakan tugu ini sebagai patokan arah menghadap puncak gunung Merapi.
(Papan peringatan untuk tidak naik atau menginjak tugu jogja)
Tugu ini sekarang merupakan salah satu objek pariwisata Yogya, dan sering dikenal dengan istilah “tugu pal putih” (pal juga berarti tugu), karena warna cat yang digunakan sejak dulu adalah warna putih. Tugu pal ini berbentuk bulat panjang dengan bola kecil dan ujung yang runcing di bagian atasnya. Dari kraton Yogyakarta kalau kita melihat ke arah utara, maka kita akan menemukan bahwa Jalan Malioboro, Jl Mangkubumi, tugu ini, dan Jalan Monument Yogya Kembali akan membentuk satu garis lurus persis dengan arah ke puncak gunung Merapi.
Jalan Malioboro
Setelah foto-foto di tugu yogyakarta perjalanan dilanjutkan ke Jl. Malioboro. Rasanya ada yang kurang kalo ke jogja tapi tidak mampir ke Jalan Malioboro. Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
(Pilih ke arah Malioboro atau ke "Pasar kembang")
(Akhirnya saya memilih ke Malioboro saja,, Lumayan dapat colongan sepeda,, peace...)
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini.
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan malioboro antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret dan diseberangnya terdapat bangunan yang dulu dijadkan istana negara saat itu. Jadi sudah sejalan kita bisa ke tempat-tempat tersebut, lanjut ke Keraton Yogyakarta dan alun-alun utara yogyakarta.
DaGaDu
Jangan lupa mampir dan beli kaos DaGaDu di Mall Malioboro ya, karena kaos DaGaDu yang asli hanya ada Mall Malioboro lantai dasar. Harganya sekitar Rp. 60.000,-.
Benteng Vredeburg
Foto Benteng Vredeburg pada saat siang dan malam hari.
Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia
Ini dia istana negara yang ada di Yogyakarta (saat itu). Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibukota. Meninggalkan Sjahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di Jakarta.
Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta yang terletak di tengah kota Yogyakarta ini memiliki beberapa museum, yaitu Museum Lukisan, Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Museum Kereta, dan Museum Batik. Di samping itu, hampir seluruh bagian kraton digunakan sebagai tempat penyimpanan benda-benda budaya bernilai, termasuk replikanya. Di kompleks Pagelaran, misalnya, diperagakan berbagai pakaian prajurit dan pakaian adat keluarga keraton. Museum ini dibuka untuk umum setiap hari kecuali pada saat terdapat upacara. Museum buka mulai jam 08.30 hingga 14.00 wib, kecuali hari Jumat yang buka hingga pukul 13.00 wib. Selain benda-benda budaya dan arsitektur, pengunjung juga dapat melihat pertunjukan seperti macapat, kerawitan, wayang kulit, serta wayang orang, yang dipentaskan di bangsal Sri Manganti, sekitar pukul 10.00-12.00.
Alun - Alun Selatan Jogja
Setelah dari keraton dan alun-alun utara Yogyakarta, lanjut ke alun-alun selatan. Mitos atau kepercayaannya sih kalau bisa melewati 2 buah pohon beringin besar yang ada di tengah-tengah alun-alun dipercaya hatinya bersih, atau apalah itu. Yang penting aku sudah coba. Soal hasilnya, hanya Tuhan yang tahu. Hehehehe.
(Gambarnya agak kabur nich,, maklum kameranya apa adanya,, hehehehe)
Trans Jogja
Tidak hanya di Jakarta, pemerintah DIY juga telah mengoperasikan bis TransJogja sebagai usaha untuk membuat transportasi di kota ini nyaman, murah dan andal. Cukup dengan Rp. 3.000,- kita sudah bisa keliling Yogyakarta. Tapi dengan catatan tidak turun dari halte. Kalo mau turun dan jalan-jalan ya harus bayar lagi. Hehehehehe.
Soal urusan perut selama di Yogyakarta, kita tidak perlu khawatir. Karena disana banyak angkringan. Karena harganya sangat murah, cukup Rp. 2.000,- sampai Rp. 5.000,- anda sudah bisa kenyang. Hehehehe. Apa itu angkringan?? Mengutip dari Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Angkringan (berasal dari bahasa Jawa ' Angkring ' yang berarti duduk santai) adalah sebuah gerobag dorong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman yang biasa terdapat di setiap pinggir ruas jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di Sala dikenal sebagai warung hik ("hidangan istimewa a la kampung").
Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telor puyuh, kripik dan lain-lain. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.
Meski harganya murah, namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangunan, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antar pembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.
"Ajakan Gubernur Yogyakarta untuk hemat listrik "
Sumber referensi : Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Terima kasih buat :
Ki Joko Nur “Bagas” Astanto (Mas Tatan) dan keluarga untuk akomodasinya.
Mas Andreas SW.
Cerita selanjutnya ke Monumen Jogja kembali.
Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Mengutip sepenggal lirik dari syair lagu Yogyakarta (Kla Project).
Siapa yang tidak kenal dengan Jogja atau Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota dengan keramahan senyum dan seribu pesona. Kota masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni dan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta ditengah perkembangan dunia yang begitu cepat. Kota yang memiliki banyak sejarah dan kenangan. Kota yang menjajakan sajian khas berselera. Itulah Jogja, dengan julukan kota Gudeg dan Kota Pelajar.
Mungkin inilah alasan mengapa Saya selalu merindukan Yogyakarta. Perjalanan dari Surabaya ke Yogyakarta membutuhkan waktu sekitar 7 jam. Dari Terminal Bungurasih Surabaya kita dapat naik bus EKA jurusan Magelang dan turun di Yogyakarta dengan ongkos kurang lebih Rp. 60.000,-
Tugu Jogja
(karena tugu terletak pada tengah-tengah perempatan jalan besar, maka hati-hati kalau mau foto-foto)
(Amati sosok penampakan di sebelah kanan dan amati cewek di sebelah kiri tugu)
Sesampai di Jogja, perjalanan saya mulai dari Tugu Yogyakarta. Tugu Yogyakarta adalah sebuah tugu atau menara yang sering dipakai sebagai simbol/lambang dari kota Yogyakarta. Tugu ini dibangun oleh Hamengkubuwana I, pendiri kraton Yogyakarta.
Tugu yang terletak di perempatan Jl Jenderal Sudirman dan Jl. Pangeran Mangkubumi ini, mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan laut selatan, kraton Jogja dan gunung Merapi. Pada saat melakukan meditasi, konon Sultan Yogyakarta pada waktu itu menggunakan tugu ini sebagai patokan arah menghadap puncak gunung Merapi.
(Papan peringatan untuk tidak naik atau menginjak tugu jogja)
Tugu ini sekarang merupakan salah satu objek pariwisata Yogya, dan sering dikenal dengan istilah “tugu pal putih” (pal juga berarti tugu), karena warna cat yang digunakan sejak dulu adalah warna putih. Tugu pal ini berbentuk bulat panjang dengan bola kecil dan ujung yang runcing di bagian atasnya. Dari kraton Yogyakarta kalau kita melihat ke arah utara, maka kita akan menemukan bahwa Jalan Malioboro, Jl Mangkubumi, tugu ini, dan Jalan Monument Yogya Kembali akan membentuk satu garis lurus persis dengan arah ke puncak gunung Merapi.
Jalan Malioboro
Setelah foto-foto di tugu yogyakarta perjalanan dilanjutkan ke Jl. Malioboro. Rasanya ada yang kurang kalo ke jogja tapi tidak mampir ke Jalan Malioboro. Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
(Pilih ke arah Malioboro atau ke "Pasar kembang")
(Akhirnya saya memilih ke Malioboro saja,, Lumayan dapat colongan sepeda,, peace...)
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini.
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan malioboro antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret dan diseberangnya terdapat bangunan yang dulu dijadkan istana negara saat itu. Jadi sudah sejalan kita bisa ke tempat-tempat tersebut, lanjut ke Keraton Yogyakarta dan alun-alun utara yogyakarta.
DaGaDu
Jangan lupa mampir dan beli kaos DaGaDu di Mall Malioboro ya, karena kaos DaGaDu yang asli hanya ada Mall Malioboro lantai dasar. Harganya sekitar Rp. 60.000,-.
Benteng Vredeburg
Foto Benteng Vredeburg pada saat siang dan malam hari.
Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia
Ini dia istana negara yang ada di Yogyakarta (saat itu). Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibukota. Meninggalkan Sjahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di Jakarta.
Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta yang terletak di tengah kota Yogyakarta ini memiliki beberapa museum, yaitu Museum Lukisan, Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Museum Kereta, dan Museum Batik. Di samping itu, hampir seluruh bagian kraton digunakan sebagai tempat penyimpanan benda-benda budaya bernilai, termasuk replikanya. Di kompleks Pagelaran, misalnya, diperagakan berbagai pakaian prajurit dan pakaian adat keluarga keraton. Museum ini dibuka untuk umum setiap hari kecuali pada saat terdapat upacara. Museum buka mulai jam 08.30 hingga 14.00 wib, kecuali hari Jumat yang buka hingga pukul 13.00 wib. Selain benda-benda budaya dan arsitektur, pengunjung juga dapat melihat pertunjukan seperti macapat, kerawitan, wayang kulit, serta wayang orang, yang dipentaskan di bangsal Sri Manganti, sekitar pukul 10.00-12.00.
Alun - Alun Selatan Jogja
Setelah dari keraton dan alun-alun utara Yogyakarta, lanjut ke alun-alun selatan. Mitos atau kepercayaannya sih kalau bisa melewati 2 buah pohon beringin besar yang ada di tengah-tengah alun-alun dipercaya hatinya bersih, atau apalah itu. Yang penting aku sudah coba. Soal hasilnya, hanya Tuhan yang tahu. Hehehehe.
(Gambarnya agak kabur nich,, maklum kameranya apa adanya,, hehehehe)
Trans Jogja
Tidak hanya di Jakarta, pemerintah DIY juga telah mengoperasikan bis TransJogja sebagai usaha untuk membuat transportasi di kota ini nyaman, murah dan andal. Cukup dengan Rp. 3.000,- kita sudah bisa keliling Yogyakarta. Tapi dengan catatan tidak turun dari halte. Kalo mau turun dan jalan-jalan ya harus bayar lagi. Hehehehehe.
Soal urusan perut selama di Yogyakarta, kita tidak perlu khawatir. Karena disana banyak angkringan. Karena harganya sangat murah, cukup Rp. 2.000,- sampai Rp. 5.000,- anda sudah bisa kenyang. Hehehehe. Apa itu angkringan?? Mengutip dari Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Angkringan (berasal dari bahasa Jawa ' Angkring ' yang berarti duduk santai) adalah sebuah gerobag dorong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman yang biasa terdapat di setiap pinggir ruas jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di Sala dikenal sebagai warung hik ("hidangan istimewa a la kampung").
Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telor puyuh, kripik dan lain-lain. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.
Meski harganya murah, namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangunan, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antar pembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.
"Ajakan Gubernur Yogyakarta untuk hemat listrik "
Sumber referensi : Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Terima kasih buat :
Ki Joko Nur “Bagas” Astanto (Mas Tatan) dan keluarga untuk akomodasinya.
Mas Andreas SW.
Cerita selanjutnya ke Monumen Jogja kembali.
0 comments:
Posting Komentar