Bromo & Suku Tengger
Gunung Bromo
Gunung Bromo adalah termasuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yaitu dalam wilayah empat kabupaten antara lain, Probolinggo, Pasuruan, Lumajang dan Malang. Kawasan ini adalah andalan objek wisata Jawa Timur yang sudah sangat terkenal sampai manca negara.
Untuk mencapai kawah Bromo ada dua jalur yang lebih mudah daripada yang lain, yaitu melalui Cemoro Kandang - Pasuruan, terus ke Tosari - Wonokitri, lanjut bisa ke Penanjakan atau langsung ke lautan pasir dan menuju puncak Bromo. Jalur yang kedua adalah dari arah Probolinggo lewat Sukopuro terus ke Ngadisari kemudian naik ke Cemoro Lawang dan langsung ke kawah Bromo.
Gunung Bromo adalah termasuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yaitu dalam wilayah empat kabupaten antara lain, Probolinggo, Pasuruan, Lumajang dan Malang. Kawasan ini adalah andalan objek wisata Jawa Timur yang sudah sangat terkenal sampai manca negara.
Untuk mencapai kawah Bromo ada dua jalur yang lebih mudah daripada yang lain, yaitu melalui Cemoro Kandang - Pasuruan, terus ke Tosari - Wonokitri, lanjut bisa ke Penanjakan atau langsung ke lautan pasir dan menuju puncak Bromo. Jalur yang kedua adalah dari arah Probolinggo lewat Sukopuro terus ke Ngadisari kemudian naik ke Cemoro Lawang dan langsung ke kawah Bromo.
Kawasan Gunung Bromo dengan suhu 5 - 14 derajat celcius, dengan ketinggian kurang lebih 1500 dpl adalah gugusan gunung - gunung seperti Gunung Batok, Gunung Kursi dan Gunung Penanjakan. Bila kita mengenal Gunung Bromo tidak lepas dari budaya, agama dan adat istiadat dari masyarakat Tengger (Wong Tengger).
Wong Tengger
Wong Tengger adalah masyarakat atau penduduk yang bertempat tinggal di daerah pegunungan Tengger yaitu termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur.
Menurut Legenda Jawa, ketika runtuhnya kerajaan Majapahit tahun 1520-an para pendeta dan para bangsawan sebagian berlari ke Timur mengungsi ke Bali dan sebagian lain tinggal di pegunungan Tengger ini bercampur dengan penduduk asli daerah tersebut, yang akhirnya manjadi leluhur orang Tengger masa kini.
Mayoritas masyarakat Tengger beragama Hindu Tengger yang notabene secara keturunan adat adalah dari Kerajaan Majapahit yang kemudian berkembang hingga saaat ini terjadi beberapa kegiatan adat yang masih dilakukan seperti Kasodo (kashadha), Entas-entas, Pemilihan kepala adat (Dukun) dan sebagainya.
Kashadha, adalah perayaan terbesar budaya Tengger yaitu masyarakat dan para pendatang berduyun-duyun ke lereng sampai ke bibir kawah Bromo untuk mempersembahkan korban dan sesaji berupa makanan, hasil bumi (dengan ongkek) ataupun hewan ternak. Agar dengan adanya korban itu selalu mendapat ketentraman, kedamaian dan jatuh dari mara bahaya.
Entas-entas adalah upacara 3 hari dari penyucian (Palukaton) dan membantu roh orang mati menemukan jalan Nirwana. Roh yang dilambangkan dengan patung kecil (Petra) yang terbuat dari dedaunan dan bunga, puncak acara tersebut ditandai dengan didudukkannya anggota keluarga dekat yang ditutupi kain putih memegang Petra tersebut, yang akhirnya pembakaran potongan rambut anggota keluarganya dan Petra-Petra diteruskan dengan melintaskan seekor unggas yang akhirnya dilepas.
Ada lagi perayaan Karo (kedua) yang dipahami juga perayaan suci yang saling berpasangan merupakan merupakan sumber kehidupan seperti bumi langit, tanah air, laki perempuan siang malam dan sebagainya. Nuansa pelaksanaannya mengarah berdasarkan dongeng dan kejawen.
Karena dalam kebersamaan orang Tengger adalah dipimpin oleh seorang dukun, yaitu seorang tetua adat (Ahli Adat) yang harus mewakili dan memimpin pada setiap upacara dan perayaan maka haruslah seorang tokoh masyarakat yang mempunyai ilmu dan wawasan lebih. Apalagi harus membaca naskah-naskah lontar sebagai bacaan dan do'a warisan leluhur. Upacara besar juga terjadi apabila ada pengukuhan dukun dalam penggantian dukun karena mangkat.
Kegiatan perekonomian paling banyak dilakukan adalah bertani da bercocok tanam yang kebanyakan adalah memproduksi sayur mayur. Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi komunikasi, masyarakat Tengger sudah bisa mengikuti perkembangan beberapa hal tersebut, tetapi secara adat kebudayaan dan keyakinan yang dijalankan masih tetap bertahan hingga sekarang, demi kelestarian dan kebanggaan kita semua Bangsa Indonesia.
Demikian sedikit cerita mengenai Wong tengger, yang saya kutip dari Kaos yang saya beli dari Bromo. Kalau ingin lebih jelas datang saja kesana, sambil melihat pemandangan yang indah.
Wong Tengger adalah masyarakat atau penduduk yang bertempat tinggal di daerah pegunungan Tengger yaitu termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur.
Menurut Legenda Jawa, ketika runtuhnya kerajaan Majapahit tahun 1520-an para pendeta dan para bangsawan sebagian berlari ke Timur mengungsi ke Bali dan sebagian lain tinggal di pegunungan Tengger ini bercampur dengan penduduk asli daerah tersebut, yang akhirnya manjadi leluhur orang Tengger masa kini.
Mayoritas masyarakat Tengger beragama Hindu Tengger yang notabene secara keturunan adat adalah dari Kerajaan Majapahit yang kemudian berkembang hingga saaat ini terjadi beberapa kegiatan adat yang masih dilakukan seperti Kasodo (kashadha), Entas-entas, Pemilihan kepala adat (Dukun) dan sebagainya.
Kashadha, adalah perayaan terbesar budaya Tengger yaitu masyarakat dan para pendatang berduyun-duyun ke lereng sampai ke bibir kawah Bromo untuk mempersembahkan korban dan sesaji berupa makanan, hasil bumi (dengan ongkek) ataupun hewan ternak. Agar dengan adanya korban itu selalu mendapat ketentraman, kedamaian dan jatuh dari mara bahaya.
Entas-entas adalah upacara 3 hari dari penyucian (Palukaton) dan membantu roh orang mati menemukan jalan Nirwana. Roh yang dilambangkan dengan patung kecil (Petra) yang terbuat dari dedaunan dan bunga, puncak acara tersebut ditandai dengan didudukkannya anggota keluarga dekat yang ditutupi kain putih memegang Petra tersebut, yang akhirnya pembakaran potongan rambut anggota keluarganya dan Petra-Petra diteruskan dengan melintaskan seekor unggas yang akhirnya dilepas.
Ada lagi perayaan Karo (kedua) yang dipahami juga perayaan suci yang saling berpasangan merupakan merupakan sumber kehidupan seperti bumi langit, tanah air, laki perempuan siang malam dan sebagainya. Nuansa pelaksanaannya mengarah berdasarkan dongeng dan kejawen.
Karena dalam kebersamaan orang Tengger adalah dipimpin oleh seorang dukun, yaitu seorang tetua adat (Ahli Adat) yang harus mewakili dan memimpin pada setiap upacara dan perayaan maka haruslah seorang tokoh masyarakat yang mempunyai ilmu dan wawasan lebih. Apalagi harus membaca naskah-naskah lontar sebagai bacaan dan do'a warisan leluhur. Upacara besar juga terjadi apabila ada pengukuhan dukun dalam penggantian dukun karena mangkat.
Kegiatan perekonomian paling banyak dilakukan adalah bertani da bercocok tanam yang kebanyakan adalah memproduksi sayur mayur. Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi komunikasi, masyarakat Tengger sudah bisa mengikuti perkembangan beberapa hal tersebut, tetapi secara adat kebudayaan dan keyakinan yang dijalankan masih tetap bertahan hingga sekarang, demi kelestarian dan kebanggaan kita semua Bangsa Indonesia.
Demikian sedikit cerita mengenai Wong tengger, yang saya kutip dari Kaos yang saya beli dari Bromo. Kalau ingin lebih jelas datang saja kesana, sambil melihat pemandangan yang indah.
1 comments:
pak azis, boleh posting mengenai Sejarah suku tengger,
dan legenda gunung Bromo kan enak buat cerita2 ke turis..
Posting Komentar